SETIAP agama memiliki cara tersendiri untuk menyeru umatnya melakukan
peribadatan. Ada yang menggunakan lonceng seperti agama Kristen, meniup
terompet seperti umat Yahudi, atau menyalakan api seperti penganut
Zoroaster. Di sisi lain, Islam menyeru umatnya dengan panggilan azan.
Secara bahasa, azan berarti ‘pemberitahuan atau seruan’ (al-i’lam wa
an-nida’). Selama ini azan hanya dipahami sebatas seruan pertanda
masuknya waktu salat, khususnya salat wajib lima kali sehari semalam.
Seruan salat memang dilantunkan pada bagian keempat kalimat azan, hayya
‘ala as-salat(Marilah salat!).
Namun yang luput dari perhatian dan pemahaman justru bagian
kelimanya, hayya ‘ala al-falah, yang biasa diartikan “marilah menuju
kemenangan.” Jika diperhatikan, kata al-falah seakar dengan kata
al-fallah. Kata al-fallah menggunakan bentuk penyangatan (sigat
mubalagah) yang mestinya dimaknai “Maha Menang”, tetapi orang Arab
mengartikannya ‘petani.’
Mengapa demikian? Jawabannya harus melihat konteks perekonomian saat
Islam pertama kali dirisalahkan. Dunia saat itu dikuasai oleh corak
perekonomian agraris.
Sementara itu, Jazirah Arab, khususnya wilayah Mekkah, sangat kering dan tandus.
Padahal menurut Alquran, air merupakan sumber kehidupan, sebagaimana disebut da-lam QS. Al-Anbiya’: 30 “…Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu hidup.”
Karena itu, kalimat hayya ‘ala al-falahada-lah seruan kepada umat
Islam untuk berge-rak menuju ke pusat-pusat air. Seruan ini ke-mudian
berkorelasi dengan perintah wudu atau bersuci dengan air yang merupakan
syarat sahnya peribadatan seperti salat. Jadi, salah satu hikmah
perintah azan dan wudu adalah untuk menggiring dan mengorien-tasikan
umat Islam menuju ke pusat-pusat air. Hikmah inilah yang selama ini
belum diungkap para ulama.
Dengan menggiring umat Islam ke pusat air, berarti juga mengarahkan
mereka ke pusat pertanian, dan sekaligus pusat perekonomian. Pusat-pusat
perekonomian yang saat itu berada di jantung kekuasaan di ba-wah
kendali imperium Bizantium Romawi dan Sassanid Persia, lambat laun
digantikan oleh umat Islam.
Dari sinilah kita saat ini dapat memahami mengapa umat Islam
menduduki kawasan-kawasan pertanian terbaik di dunia, yang disebut
dengan wilayah Bulan Sabit. Yaitu, wilayah berbentuk bulan sabit yang
mengandung tanah basah dan subur di antara tanah gersang atau
semigersang di kawasan Mesopotamia, sekeliling Sungai Tigris dan Efrat,
hing-ga ke lembah Sungai Nil dan delta Sungai Nil. Wilayah ini mencakup
sebagian besar Asia Barat dan Afrika Timur Laut. Tidak kalah penting
juga kawasan Nusantara.
Dengan demikian, azan adalah seruan akidah sekaligus seruan ekonomi.
Dengan azan, umat Islam digiring menuju tempat ibadah, tetapi harus
langsung menempel dengan pusat air, yang berarti pusat pertanian dan
pusat perekonomian. Selain itu, air juga berhubungan dengan budaya
maritim karena dua pertiga bumi adalah air.
Dalam hadis yang diriwayatkan Tabrani, Rasulullah memerintahkan umat
Islam agar mengajarkan anak-anak mereka memanah, berkuda, dan berenang.
Perintah terakhir (belajar berenang) dapat dimaknai sebagai seruan untuk
menguasai teknologi maritim.
Salah satu sebab kemunduruan kekhalifahan Islam karena wilayah
kekuasaan Islam di kawasan Bulan Sabit (Asia Barat) tidak memiliki
kekuatan maritim. Padahal, wilayah ini dikelilingi tujuh laut utama,
yaitu Laut Arab, Laut Merah, Laut Tengah, Laut Aegea, Laut Hitam, Laut
Kaspia, dan Teluk Persia. Karena itu, jika umat Islam ingin jaya
kembali, ia harus mengikuti seruan azan untuk menguasai pusat-pusat air,
pusat perekonomian, dan teknologi, tidak terkecuali maritim. Hayya ‘ala
al-falah (Prof.K.H. Yudian Wahyudi,Ph.D. Cendekiawan Muslim yang teramat ku kagumi)
0 komentar:
Posting Komentar