TERJEMAHAN

Selasa, 20 Juni 2017

Presidential Threshold : Untung dan Rugi dalam Kotestasi Demokrasi di Indonesia


Oleh : Muhammad Nuur Rohmaan, S.H.

Presidential Threshold atau ambang batas pemilu di penghujung Ramadhan 1438 H agaknya menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan, pasalnya Pemerintah dan DPR sedang menyusun terkait dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelengaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Presiden Joko Widodo menyatakan konsistensi pemeritah terhadap penerapan Presidential Threshold dalam penyusunan RUU tentang Pemilu 2019.. Menurut Presiden sebagaimana dikutip di CNN Indonesia bahwa Demokrasi Indonesia tidak akan bertumbuh apabila batas pencalonan presiden diturunkan bahkan dihapuskan. Hal ini berbeda dengan sikap sebagian Fraksi di DPR yang menghendaki dihapusnya Presidential Threshold didalam pemilu presiden 2019, sebagian lagi menghendaki bahwa nilai persentase Presidential Threshold diturunkan. Sikap DPR tersebut didasarkan atas amar putusan MK yang mengamanatkan bahwa pemilihan  DPR dan Presiden diselengarakan secara serentak, selain itu dengan diturunkannya nilai persentase Presidential Threshold menurut sebagian Fraksi di DPR  guna mengurangi batasan hak politik sehingga kedepannya lebih banyak tokoh yang ikut dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Presidential Threshold adalah ambang batas perolehan suara minimal partai politik untuk dapat mengusung presiden dan wakil presiden dalam pemilu. Ketentuan Presidential Threshold di Indonesia diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden yang berbunyi :
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”

Terkait dengan Penyusunan RUU pemilu merupakan tugas dan kewajiban DPR dan Pemerintah  guna menyempurnakan pengaturan pemilu yang telah ada. Dalam pengaturan pemilu yang ada masih banyak ditemukan hal-hal yang sangat krusial untuk dibahas dan dilengkapi seperti pengaturan teknis penyelengaraan pemilu, pengaturan penyelesaian perselisihan pemilu antar parpol dan mengenai dampak dari amar putusan MK tentang penyelengaraan pemilu serentak. Berkaitan dengan amar putusan MK tersebut maka secara langsung menurut analisis penulis membatalkan sistem Presidential Threshold,
Presidential Threshold sebagai upaya proteksi memiliki kelebihan dan kekurangan yang oleh penulis diistilahkan dengan untung dan rugi, lalu lantas siapa yang rugi dan siapa yang untung ? Berdasarkan Pasal UUD 1945 yang untung dan rugi adalah Rakyat Indonesia, karena rakyatlah yang menjadi subyek dalam kontestasi Demokrasi yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Secara teknis  Presidential Threshold memiliki keuntungan bagi rakyat karena dengan ketentuan semacam itu tidak sembarang orang mencalonkan sebagai presiden dan wakil presiden sebab mereka harus melalui  seleksi oleh partai politik dan kemungkinan besar jumlah calon yang ikut serta akan sedikit sehingga tidak membingungkan rakyat sebagai pemilih selain itu juga ongkos yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu sedikit jumlahnya.
Berbicara kerugian dari pelaksanaan Presidential Threshold menurut analisa penulis lebih banyak ditemukan. Hal tersebut karena didasarkan pada beberapa alasan yaitu, dibatasinya hak dipilih tentu saja hal ini bertetangan dengan Hak Asasu Manusia, Presidential Threshold berpotensi terjadi ketidakadilan yang dialami oleh rakyat, rakyat yang memiliki kedudukan politiklah yang dapat mencalonkan dirinya, selanjutnya pelaksanaan Presidential Threshold dimungkinkan terjadi beberapa kali putaran dalam pemilu sehingga berdampak pada cosh biaya yang tinggi dalam penyelenggaraan pemilu.
Dengan pertimbngan untung dan rugi harapannya Pemerintah dan DPR harapanya  dapat menyusun RUU Pemilu sesuai denga aspirasi rakyat dan tidak merugikan dan menyengsarakan rakyat karena sekali lagi UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan Republik Indonesia tertinggi adalah rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar