Meskipun di Indonesia sudah pernah berdiri
berbagai Negara atau kerajaan dan pemerintahan yang hidup sebelum bangsa
Indonesia dijajah oleh bangsa lain, namun belum ada satupun yang mempunyai
undang – undang dasar, apalagi dasar filsafat Negara. Didalam masa penjajahan
yang cukup lama bangsa Indonesia tidak mempunyai kesempatan yang banyak untuk
mempelajari dan meneliti kekayaan kebudayaannya sendiri. Meskipun mendapat
berbagai pengaruh baik yang bersifat material maupun non material dan perlakuan
yang tidak adil dari kaum penjajah, namun bangsa Indonesia masih mampu tegak
mempertahankan kebudayaannya sendiri.
Setelah bangsa Indonesia ditantang apakah
dasarnya jika Indonesia merdeka, maka Bung Karno sebagai putra Indonesia
memberi jawaban yaitu pancasila. jawaban tersebut merupakan hasil analisa dan
abstraksi dari kebudayaan bangsa Indonesia sendiri. Hal ini terbukti dapat
menggerakkan setiap pemimpin bangsa Indonesia dan menggerakkan hati mereka.
Usul bungkarno mendapat sambutan hangat yang kemudian diterima secara bulat.
Hal ini pulalah yang menghasilkan kebulatan tekad bangsa Indonesia.
Pancasila yang diusulkan oleh bung karno
sebagai dasar filsafat Negara Indonesia Merdeka ternyata dapat menggetarkan
jiwa pemimpin – pemimpin dan bahkan juga bangsa Indonesia menunjukkan bahwa
pancasila adalah identitas bangsa Indonesia (Sunoto, 1984 : 107).
Pendapat diatas menyatakan bahwa pancasila
merupakan identitas bangsa Indonesia yang bisa diartikan pula sebagai
kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian bangsa Indonesia sendiri dijabarkan
sebagai sifat – sifat atau ciri – ciri khusus yang dimiliki dan merupakan watak
bangsa Indonesia. Ciri – ciri ini yang membedakan antara bangsa Indonesia
dengan bangsa lain. Oleh karena unsur – unsur Pancasila telah dimiliki oleh
bangsa Indonesia dan terdapat didalam diri dan kebudayaan bangsa Indonesia,
maka kepribadian bangsa Indonesia tidak lain adalah kepribadian pancasila.
Adanya kesamaan antara beberapa unsur
dengan unsur yang dimiliki oleh bangsa lain tidak dapat diartikan bahwa bangsa
Indonesia mengambil sebagian unsur dari bangsa lain. Begitu pula dengan adanya
pengaruh dari luar ataupun sebaliknya menunjukkan bahwa kepribadian memang
berkembang tanpa mengurangi ciri khas yag dimilikinya. Misalnya pada sila
pertama yang digambarkan dengan perilaku bangsa Indonesia yang bersikap jujur
dan taat merupakan pengejawantahan unsur Ketuhanan. Unsur tersebut keluar
dengan sendirinya sehingga merupakan identitas kepribadian bangsa Indonesia.
Makna yang selanjutnya yaitu pancasila sebagai dasar dan pedoman. Dikatakan
sebagai dasar berarti pancasila itu berperan sebagai pondasi atau landasan
tempat bertumpu bagi segala kegiatan bangsa Indonesia. Sehingga, dalam
kehidupan sehari – hari tidak boleh lepas apalagi menyimpang dari pancasila.
seiring dengan majunya jaman, inti unsur – unsur sila Pancasila tetap dan tidak
mengalami perubahan. Ini bukan berarti Pancasila yang tengah dijadikan dasar
Negara tersebut telah usang dan membutuhkan pembaharuan, tetapi dalam hal ini
kandungan atau makna – makna yang ada didalamnya adalah tetap.
Nilai-nilai budaya yang berada dalam sebagian besar
masyarakat dalam suatu negara dan tercermin di dalam identitas nasional
bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis,
melainkan sesuatu yang terbuka dan cenderung terus-menerus berkembang karena
hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Implikasinya
adalah bahwa identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi
makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang
berkembang dalam masyarakat.
Indonesia adalah negara yang plural, terdiri dari banyak
suku, ras, bahasa daerah, agama, sistem kepercayaan, kultur, subkultur, dan
sebagainya. Walaupun demikian, para pemuda pada tahun 1928 merasa senasib dan
sepenanggungan; mereka merasa sebangsa dan setanah air. Mereka juga
mendeklarasikan Bahasa Indonesia (Bahasa Melayu yang sudah disempurnakan dan
dipakai di seluruh Nusantara sebagai bahasa dagang) sebagai bahasa persatuan.
Para bapak pendiri bangsa kita pun menyadari hal ini. Maka diciptakan sebuah
sistem filsafat yang sekiranya dapat menjembatani segala keanekaragaman
tersebut, sistem filsafat yang sebenarnya sudah berurat-berakar dalam hati
sanubari, adat-istiadat, dan kebudayaan Nusantara, bahkan jauh sejak masa
Nusantara kuna (400-1500 M). Sistem filsafat itu adalah manifestasi kemanusiaan
Indonesia.
Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah
suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila
tersebut adalah: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai bagi
penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia.
Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3
(tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai
praktis.
1.
Nilai dasar,
yaitu nilai mendasari nilai instrumental. Nilai dasar adalah asas-asas yang
kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikt banyak mutlak. Kita menerima
nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
2.
Nilai
instrumental, yaitu nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya
berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi
dalam peraturan dan mekanisme perkembangan zaman, baik dalam negeri maupun dari
luar negeri. Nilai ini dapat berupa Tap MPR, UU, PP, dan peraturan perundangan
yang ada untuk menjadi tatanan dalam pelaksanaan ideologi Pancasila sebagai
pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.
Nilai
praktis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai
praktis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila termasuk nilai etik atau nilai
moral. Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk dala tingkatan nilai dasar. Nilai
dasar ini mendasari nilai berikutnya, yaitu nilai instrumental. Nilai dasar itu
mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam
semesta. Nilai ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
religius, bukan bangsa yang ateis. Pengakuan terhadap Tuhan diwujudkan dengan
perbuatan untuk taat pada perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya sesuai dengan
ajaran atau tuntutan agama yang dianutnya. Nilai ketuhanan juga memiliki arti
bagi adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminasi antar
umat beragama.
izin copy, mksih.
BalasHapusijin copy ,makasih
BalasHapus